Tahukah Anda? Konon, jatuhnya pesawat
super canggih Sukhoi Superjet-100 di lereng Gunung Salak, Bogor,
beberapa waktu lalu ditengarai sejumlah pihak disebabkan oleh sinyal handphone.
Mendengarnya, tentu, menjadi amat miris. Sebab, karena ada pihak yang
ceroboh menggunakan ponsel walau telah dilarang di pesawat, menyebabkan
kecelakaan fatal yang menewaskan semua orang yang ada di dalam pesawat
itu.
Dugaan lebih detilnya adalah sinyal
ponsel mengganggu komunikasi pilot dengan Air Traffic Control (ATC). Hal
ini dihubungkan dengan fakta bahwa beberapa saat sebelum pesawat itu
celaka, beberapa penumpang masih mengaktifkan ponselnya dan bisa
dihubungi.
Jeffry Adrian, seorang pilot, dalam
sebuah diskusi yang membahas tragedi pesawat, menyebutkan bahwa
pilot-pilot asing mengakui wilayah udara Indonesia sebagai blind spot. Komunikasi kerap terganggu, antara pilot pesawat dengan ATC.
“Indonesia terkenal dengan wilayah blind spot. Saat masuk ke Indonesia, pilot asing bilang ini masuk neraka. Ketika masuk ke blind spot,
semua komunikasi hilang,” ucap Jeffry. Sementara persoalan sinyal,
menurut Jeffy, bukanlah persoalan utama. Bagi para pilot, seperti
dirinya, harus siap dalam kondisi terekstrim sehingga tak bisa
menyalahkan keadaan yang demikian.
Pengamat penerbangan, Samudera Sukardi,
menjelaskan bahwa pengaturan sinyal ponsel itu sebenarnya adalah
peraturan standar yang diterapkan pada penerbangan internasional.
Sayangnya, hal tersebut tidak terlalu dianggap oleh para penumpang
pesawat di negeri ini.
“Di Amerika Serikat,” kata Samudera,
“kaitannya kalau frekuensi sama dengan pilot, maka itu bahaya. Itu
berkaitan dengan terorisme. Bisa saja mereka melakukan pembajakan
melalui ponsel.”
Keterangan agak berbeda diberikan Kepala
Pusat Informasi dan Human Kementerian Kominfo, Gatot S. Dewa Broto.
Kementerian Komunikasi dan Informatika menolak anggapan bahwa sinyal
ponsel sering menganggung penerbangan di Indonesia. Gatot menjelaskan
sinyal yang kerap masuk ke ruang kokpit pesawat, justru, adalah sinyal
stasiun radio tertentu di darat, yang kemudian terjadi intervensi dengan
komunikasi penerbangan, hingga pilot bisa mendengarnya.
Gatot membantah kesaksian Jeffry dengan
memakai dasar temuan Balai Monitoring dan Loka Monitoring Frekuensi
Radio Kominfo, bahwa gangguan frekuensi yang terjadi pada frekuensi
penerbangan berasal dari sumber-sumber lain. Misalnya, pemancar radio
FM, baik yang beroperasi legal ataupun illegal. Ada pula penggunaan
radio komunikasi yang frekuensinya sama dengan frekuensi penerbangan.
Demikian juga penggunaan studio transmitter link pada frekuensi VHF
penerbangan.
Meski demikian, tak ada salahnya untuk
tetap waspada dan mengikuti peraturan internasional yang melarang
penggunaan ponsel di dalam pesawat. Alvie Lie, pengamat penerbangan,
dalam sebuah wawancara, menegaskan orang yang bersikeras memakai ponsel
di pesawat adalah orang yang konyol. Penyebabnya bisa banyak dan
menyebabkan pesawat tidak terfungsi seperti selayaknya.
Sumber : mizanmag.com