Mereka ini adalah siswa-siswi SMK Negeri 29 Penerbangan Jakarta. Para
ABG itu punya obsesi: Akhir tahun ini, pesawat hasil rakitan mereka yang
diberi nama Jabiru J430 harus bisa diterbangkan.
Jakarta -- SUASANA riuh terlihat di parkir timur kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Tepatnya di lokasi Lomba Kompetensi Siswa (LKS). Itu adalah ajang tahunan bagi siswa SMK di seluruh Indonesia. Di arena tersebut, para siswa memamerkan karya dari sekolah masing-masing untuk dilombakan.
Lomba itu dibagi menjadi beberapa kategori. Di antaranya, kategori teknik mesin, bangunan, teknologi informasi, hingga fashion.
Di antara beberapa kategori tersebut, teknik mesin cukup menyita perhatian pengunjung. Sebab, di kategori itu dipampang berbagai kreasi siswa SMK. Mulai mesin-mesin onderdil mobil, mobil, hingga pesawat terbang. Karya rakitan pesawat terbang paling ramai dikunjungi para tamu.
Rakitan pesawat itu merupakan karya siswa-siswa SMK Negeri 29 Penerbangan Jakarta. Sejak dua bulan lalu, sekolah yang berlokasi di kawasan Blok M, Jakarta, tersebut semakin berfokus merakit pesawat Jabiru J430.
Pesawat berkapasitas tiga penumpang dan seorang pilot itu dirakit bergantian oleh ratusan siswa sekolah tersebut. "Pesawat itu merupakan bahan praktik pelajaran di sekolah kami," tutur M. Daniel Saputra, siswa kelas XII SMKN 29 Penerbangan Jakarta.
Siswa 18 tahun dari Jakarta itu menjelaskan, setiap hari secara bergiliran ada sepuluh siswa yang merakit pesawat tersebut. Dia menceritakan, pesawat itu dirakit dari puing-puing onderdil yang didatangkan dari Australia. Daniel mengatakan, pesawat Jabiru tersebut memang berbasis di Negeri Kanguru itu.
Daniel menambahkan, perakitan Jabiru tersebut sejatinya dimulai pada 2003. Tetapi, dia mengatakan bahwa September tahun ini perakitan benar-benar digenjot karena mereka memasang target pesawat harus bisa diterbangkan. Sambil perakitan terus dijalankan, pihak sekolah berupaya mendapatkan lisensi terbang.
Menurut Daniel, sekolah mengarahkan siswanya untuk bebas bereksperimen dalam merakit pesawat itu. Salah satu yang paling frontal adalah upaya para siswa sekolah tersebut mengganti bahan bakar avtur dengan pertamax plus. "Alasannya, efisiensi biaya," ungkap dia.
M. Jamalul Lail, siswa kelas XII lainnya, mengatakan, bahan bakar mesin pesawat Jabiru J430 bisa dikonversi asal mesin belum digunakan sejak didatangkan dari pabrik. "Jadi, jika awalnya sudah diisi dengan pertamax plus, tidak masalah," ujar siswa 17 tahun tersebut.
Eksperimen tidak berhenti pada penggantian bahan bakar dari avtur ke pertamax plus. Eksperimen berikutnya, mereka mendesain senyamannya kursi-kursi penumpang. Saat dipamerkan kemarin, memang tempat duduk untuk penumpang belum dipasang. Jamalul mengatakan bahwa pihaknya sudah menganalisis berbagai bahan untuk tempat duduk yang bisa membuat penumpang betah selama dalam perjalanan.
Eksperimen terhadap pesawat yang memiliki panjang badan 3,5 meter dan lebar badan 1,5 meter itu juga dilakukan di bagian sayap. Daniel menuturkan, di ujung sayap para siswa mendesain wing tip. Artinya, ujung sayap dibuat membengkok ke atas. Dengan cara itu, tambah Daniel, pesawat bisa melaju dengan lebih kencang dan irit bahan bakar.
Meski proses rakit masih sekitar 80 persen, Daniel sudah berani membandingkan pesawat tersebut. Menurut dia, pesawat itu lebih unggul daripada pesawat jenis Cessna meskipun sama-sama berkapasitas tiga penumpang dan seorang pilot. Dia menjelaskan, keunggulan Jabiru J430 jika dibandingkan dengan Cessna tersebut merupakan hasil eksperimen siswa.
Keunggulan pertama, penggunaan bahan bakar Jabiru bisa ditekan seiritnya. Dia menambahkan, pesawat Jabiru tersebut dilengkapi dengan dua tangki bahan bakar berkapasitas total 140 liter di bagian sayap. Dengan cadangan bahan bakar itu, Jabiru J430 bisa terbang tujuh sampai sembilan jam.
Kelebihan selanjutnya, terang Daniel, Jabiru J430 dibalut bodi yang terbuat dari bahan fiber. "Bobotnya ringan, tetapi merakitnya lebih sulit karena tidak menggunakan mur baut," ujar Daniel. Dia memperkirakan, total bobot pesawat tersebut 150 kilogram. Bobot itu tidak terpaut jauh dengan berat satu unit motor sport.
Menurut Daniel, dengan eksperimen yang dimaksimalkan untuk meringankan beban pesawat dan daya dorong angin melalui rekayasa bentuk, dia yakin bahwa pesawat itu bisa melaju dengan kecepatan 130 knot atau sekitar 240 kilometer per jam. Jika dikalikan dengan lama terbang yang mencapai tujuh hingga sembilan jam, jarak tempuh pesawat tersebut bisa mencapai 1.600 kilometer. Kurang lebih setara dengan jarak Jakarta hingga Denpasar.
Dengan berbagai eksperimen selama perakitan, Daniel mengungkapkan bahwa pesawat itu juga tidak memerlukan landasan pacu yang panjang. Dia memperkirakan, pesawat bermesin 3.300 cc dengan enam silinder itu bisa terbang atau turun dengan lancar meskipun di runway dengan panjang 500 meter. "Idealnya, panjang runway untuk pesawat model itu 1.000 meter," tutur Daniel.
Dia optimistis, sebagai pelopor perakitan pesawat tingkat pelajar, SMKN 29 Penerbangan Jakarta bisa menjadi juara dalam kontes LKS.
Instruktur perakitan pesawat Jabiru J430 SMKN 29 Penerbangan Jakarta Gatot S. mengatakan, baru kali pertama ini ada siswa yang berupaya merakit pesawat. Dia optimistis bahwa pesawat itu bisa terbang dengan lancar akhir tahun ini.
Instruktur dari Surabaya tersebut mengklaim, upaya SMKN 29 Penerbangan Jakarta merakit pesawat itu merupakan yang pertama di Indonesia. "Cukup bagus karena memadukan teori dan praktik," ujarnya.
Gatot menyadari, mungkin ada masyarakat yang memandang dengan sebelah mata karena pihaknya hanya merakit pesawat. Tetapi, dia menegaskan bahwa merakit pesawat sangat berbeda dengan merakit mobil. "Jika mobil mogok, tidak akan jatuh. Tapi, ini pesawat. Anda bisa bayangkan jika mogok," tutur Gatot.
Untung, dengan menggunakan bahan fiber yang ringan, tetapi elastis dan kuat, pesawat masih bisa melayang beberapa saat meskipun mesin mati. Dengan demikian, tinggal menguji kelihaian pilot untuk menentukan titik mendarat darurat.
Karena pesawat masih dirakit, Gatot mengakui bahwa pihaknya belum menguji apakah baling-baling di bagian moncong pesawat bisa berputar atau tidak. Untuk itu, risiko mesin mogok masih ada. "Tapi, saya yakin bisa berputar dan bisa terbang," ungkap dia.
Gatot berharap, upaya SMKN 29 Penerbangan Jakarta itu bisa menjadi contoh bagi sekolah-sekolah penerbangan lain untuk memadukan teori dan praktik. Posisi SMK dengan slogan "SMK Bisa" dapat unggul jika mampu memadukan keunggulan penyerapan materi dan penerapan saat praktik.
Dia mengakui, selama menjadi instruktur dirinya harus bersikap tegas dan disiplin. Sebab, merakit pesawat harus disiplin dan tertib untuk urusan keselamatan selama penerbangan.
Jakarta -- SUASANA riuh terlihat di parkir timur kompleks Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Tepatnya di lokasi Lomba Kompetensi Siswa (LKS). Itu adalah ajang tahunan bagi siswa SMK di seluruh Indonesia. Di arena tersebut, para siswa memamerkan karya dari sekolah masing-masing untuk dilombakan.
Lomba itu dibagi menjadi beberapa kategori. Di antaranya, kategori teknik mesin, bangunan, teknologi informasi, hingga fashion.
Di antara beberapa kategori tersebut, teknik mesin cukup menyita perhatian pengunjung. Sebab, di kategori itu dipampang berbagai kreasi siswa SMK. Mulai mesin-mesin onderdil mobil, mobil, hingga pesawat terbang. Karya rakitan pesawat terbang paling ramai dikunjungi para tamu.
Rakitan pesawat itu merupakan karya siswa-siswa SMK Negeri 29 Penerbangan Jakarta. Sejak dua bulan lalu, sekolah yang berlokasi di kawasan Blok M, Jakarta, tersebut semakin berfokus merakit pesawat Jabiru J430.
Pesawat berkapasitas tiga penumpang dan seorang pilot itu dirakit bergantian oleh ratusan siswa sekolah tersebut. "Pesawat itu merupakan bahan praktik pelajaran di sekolah kami," tutur M. Daniel Saputra, siswa kelas XII SMKN 29 Penerbangan Jakarta.
Siswa 18 tahun dari Jakarta itu menjelaskan, setiap hari secara bergiliran ada sepuluh siswa yang merakit pesawat tersebut. Dia menceritakan, pesawat itu dirakit dari puing-puing onderdil yang didatangkan dari Australia. Daniel mengatakan, pesawat Jabiru tersebut memang berbasis di Negeri Kanguru itu.
Daniel menambahkan, perakitan Jabiru tersebut sejatinya dimulai pada 2003. Tetapi, dia mengatakan bahwa September tahun ini perakitan benar-benar digenjot karena mereka memasang target pesawat harus bisa diterbangkan. Sambil perakitan terus dijalankan, pihak sekolah berupaya mendapatkan lisensi terbang.
Menurut Daniel, sekolah mengarahkan siswanya untuk bebas bereksperimen dalam merakit pesawat itu. Salah satu yang paling frontal adalah upaya para siswa sekolah tersebut mengganti bahan bakar avtur dengan pertamax plus. "Alasannya, efisiensi biaya," ungkap dia.
M. Jamalul Lail, siswa kelas XII lainnya, mengatakan, bahan bakar mesin pesawat Jabiru J430 bisa dikonversi asal mesin belum digunakan sejak didatangkan dari pabrik. "Jadi, jika awalnya sudah diisi dengan pertamax plus, tidak masalah," ujar siswa 17 tahun tersebut.
Eksperimen tidak berhenti pada penggantian bahan bakar dari avtur ke pertamax plus. Eksperimen berikutnya, mereka mendesain senyamannya kursi-kursi penumpang. Saat dipamerkan kemarin, memang tempat duduk untuk penumpang belum dipasang. Jamalul mengatakan bahwa pihaknya sudah menganalisis berbagai bahan untuk tempat duduk yang bisa membuat penumpang betah selama dalam perjalanan.
Eksperimen terhadap pesawat yang memiliki panjang badan 3,5 meter dan lebar badan 1,5 meter itu juga dilakukan di bagian sayap. Daniel menuturkan, di ujung sayap para siswa mendesain wing tip. Artinya, ujung sayap dibuat membengkok ke atas. Dengan cara itu, tambah Daniel, pesawat bisa melaju dengan lebih kencang dan irit bahan bakar.
Meski proses rakit masih sekitar 80 persen, Daniel sudah berani membandingkan pesawat tersebut. Menurut dia, pesawat itu lebih unggul daripada pesawat jenis Cessna meskipun sama-sama berkapasitas tiga penumpang dan seorang pilot. Dia menjelaskan, keunggulan Jabiru J430 jika dibandingkan dengan Cessna tersebut merupakan hasil eksperimen siswa.
Keunggulan pertama, penggunaan bahan bakar Jabiru bisa ditekan seiritnya. Dia menambahkan, pesawat Jabiru tersebut dilengkapi dengan dua tangki bahan bakar berkapasitas total 140 liter di bagian sayap. Dengan cadangan bahan bakar itu, Jabiru J430 bisa terbang tujuh sampai sembilan jam.
Kelebihan selanjutnya, terang Daniel, Jabiru J430 dibalut bodi yang terbuat dari bahan fiber. "Bobotnya ringan, tetapi merakitnya lebih sulit karena tidak menggunakan mur baut," ujar Daniel. Dia memperkirakan, total bobot pesawat tersebut 150 kilogram. Bobot itu tidak terpaut jauh dengan berat satu unit motor sport.
Menurut Daniel, dengan eksperimen yang dimaksimalkan untuk meringankan beban pesawat dan daya dorong angin melalui rekayasa bentuk, dia yakin bahwa pesawat itu bisa melaju dengan kecepatan 130 knot atau sekitar 240 kilometer per jam. Jika dikalikan dengan lama terbang yang mencapai tujuh hingga sembilan jam, jarak tempuh pesawat tersebut bisa mencapai 1.600 kilometer. Kurang lebih setara dengan jarak Jakarta hingga Denpasar.
Dengan berbagai eksperimen selama perakitan, Daniel mengungkapkan bahwa pesawat itu juga tidak memerlukan landasan pacu yang panjang. Dia memperkirakan, pesawat bermesin 3.300 cc dengan enam silinder itu bisa terbang atau turun dengan lancar meskipun di runway dengan panjang 500 meter. "Idealnya, panjang runway untuk pesawat model itu 1.000 meter," tutur Daniel.
Dia optimistis, sebagai pelopor perakitan pesawat tingkat pelajar, SMKN 29 Penerbangan Jakarta bisa menjadi juara dalam kontes LKS.
Instruktur perakitan pesawat Jabiru J430 SMKN 29 Penerbangan Jakarta Gatot S. mengatakan, baru kali pertama ini ada siswa yang berupaya merakit pesawat. Dia optimistis bahwa pesawat itu bisa terbang dengan lancar akhir tahun ini.
Instruktur dari Surabaya tersebut mengklaim, upaya SMKN 29 Penerbangan Jakarta merakit pesawat itu merupakan yang pertama di Indonesia. "Cukup bagus karena memadukan teori dan praktik," ujarnya.
Gatot menyadari, mungkin ada masyarakat yang memandang dengan sebelah mata karena pihaknya hanya merakit pesawat. Tetapi, dia menegaskan bahwa merakit pesawat sangat berbeda dengan merakit mobil. "Jika mobil mogok, tidak akan jatuh. Tapi, ini pesawat. Anda bisa bayangkan jika mogok," tutur Gatot.
Untung, dengan menggunakan bahan fiber yang ringan, tetapi elastis dan kuat, pesawat masih bisa melayang beberapa saat meskipun mesin mati. Dengan demikian, tinggal menguji kelihaian pilot untuk menentukan titik mendarat darurat.
Karena pesawat masih dirakit, Gatot mengakui bahwa pihaknya belum menguji apakah baling-baling di bagian moncong pesawat bisa berputar atau tidak. Untuk itu, risiko mesin mogok masih ada. "Tapi, saya yakin bisa berputar dan bisa terbang," ungkap dia.
Gatot berharap, upaya SMKN 29 Penerbangan Jakarta itu bisa menjadi contoh bagi sekolah-sekolah penerbangan lain untuk memadukan teori dan praktik. Posisi SMK dengan slogan "SMK Bisa" dapat unggul jika mampu memadukan keunggulan penyerapan materi dan penerapan saat praktik.
Dia mengakui, selama menjadi instruktur dirinya harus bersikap tegas dan disiplin. Sebab, merakit pesawat harus disiplin dan tertib untuk urusan keselamatan selama penerbangan.
0 comments:
Post a Comment